Skip to main content

Posts

Showing posts from 2015

Surat Buat Nasywa

Saat hari-hari ummi terasa berat, dada rasanya sesak, kepala penat. Ummi selalu ingat, bahwa ummi masih punya kamu Dek. Kamu yang saat ummi benar-benar butuh dikuatkan, akan memeluk ummi erat sambil bilang “Aku sayang Ummi”. Kamu yang saat ummi minta maaf malam-malam sebelum tidur akan menjawab “Ee kenapa?” dan tetap memeluk erat Kamu yang selalu bilang “Aku mau sama Ummi selamanya” Kamu yang kalau ku tanya, jika disuruh memilih orangtua, mau pilih siapa selain ummi, akan menjawab “Aku tetap pilih ummi” dan lagi-lagi memeluk erat. Lalu ketika ku tandaskan? Meskipun ummi galak? Kau pun menjawab “Iya” tanpa ragu dan tetap memeluk erat. Yang waktu ummi tanya lagi meskipun ummi sibuk jarang ada waktu, kamu akan jawab “Kan pasti ada hari liburnya”. Cuma kamu Dek, yang mencintai ummi dengan tanpa menuntut ummi harus berubah seperti keinginanmu. Dan satu-satunya yang kamu inginkan dari Ummi adalah “Ummi jangan kebanyakan marahin aku, nanti ummi cepat tua, terus mati, nan

Memelihara Kulit Wajah

Musim dingin tlah tiba (lagi). Ini musim dingin ke 3 yang ku lalui di sini. Awal-awal dulu waktu masih pertama kali datang aku tak begitu menghiraukan perawatan kulit badan maupun wajah selama musim dingin. Alhasil, gatal di mana-mada, wajah kusam dan bercak hitam (flek hitam) di wajah bertambah signifikan selama bulan-bulan pertama di sini. Secara dulu belum mengenal perawatan wajah khusus untuk daerah yang memiliki 4 musim. Aku pun masih dengan sangat percaya diri mengandalkan PONDs dan Olay yang aku bawa dari Indonesia. Tapi seiring berjalannya waktu, tambah pergaulan dan memperhatikan sekeliling, serta teguran dari teman-teman wanita di sini yang bilang bahwa wajahku tampak kusam,  maka aku mulai agak memperhatikan kondisi wajah dan merawatnya dengan baik. Bukan untuk lebih putih, yang pasti agar bersih, dan tampak cerah saja. Bagaimanapun kita kan punya kewajiban menjaga karunia Allah, salah satunya ya kesehatan kulit wajah. Tidak hanya di saat musim dingin saja, tapi perawawa

Ribut

Sama seperti aku mengenal Abu yang hanya tahu nama panggilannya saja, demikian juga bagaimana aku mengenal Ribut. Semua orang di kampung Selomerah dan sekitarnya tahu siapa Ribut. Dia bernasib sama dengan Abu, cuma Ribut punya kisah pilu dibalik ketidakwarasannya. Konon katanya, dia dulu pernah punya suami dan juga anak. Sayangnya, anaknya meninggal saat usianya masih bayi. Dan karena sebab itulah dia jadi depresi. Karena depresi maka suaminya pun meninggalkan dia, sampai sekarang. Tak seperti Abu, rebut dulu suka mengamuk. Oleh keluarganya dia sering dikurung di dalam rumah dan tidak diberi makan. Kasihan sekali. Lalu, Ribut pun mulai mencari makanan dengan cara meminta pada orang-orang di kampung kami. Tak jarang hingga ke kampung-kampung sebelah. Dia tak pernah minta uang, beda dengan Abu. Dia minta nasi dan teh. Seingatku, Ribut mulai masuk menjadi bagian dari keluarga kami sejak tahun 2000. Aku ingat sekali waktu pulang dari Bogor, kaget pagi-pagi Ribut dating ke rumah. Awa

[Fiksi] Dua Istri, Satu Rumah, Dua Cinta

Arini melirik jam tangan Alexander Christie, sudah menjelang pukul lima sore. Dia menarik nafas panjang, sambil membatin dalam hati "mau sampai jam berapa rapat ini, gmn anak-anak pulang sekolahnya? huft". Rapat pembahasan perubahan kurikulum itu memang menguras banyak waktu, perdebatan berdasar kepentingan pribadi mewarnai jalannya rapat. Sudah sejak pukul empat tadi Arini hendak pamit, dia harus menjemput ketiga anaknya di sekolah, sayangnya ketua Jurusan melarangnya."sebentar lagi" katanya. Lima lebih lima belas, dia harus pergi atau anak-anaknya akan kelelahan menanti jemputan. Suaminya sedang keluar kota, baru nanti malam pulang. Sedangkan Arista tak bisa menyetir mobil, ga mungkin bolak balik 6 kali menjemput mereka satu persatu pakai motor, sedang jarak rumah sekolah 10km. Sejak tadi Arista juga mengirimkan sms, menanyakan "Mbak, anak-anak gimana? apa saya jemput saja?" tapi dibalas Arini "tidak usah, sebentar lagi aku selesei". Dia pun ak

[Fiksi] Gadis 12:30

“Mau kemana Ken?” terdengar suara Linh dari ujung ruangan. “Mau kemana lagi dia selain menemani makan gadis misteriusnya itu” jawab Kim sambil meneguk kopi yg masih panas sehabis menghabiskan makan siangnya. Ken Cuma tersenyum, keluar dari student room . Sejujurnya dia cemas hari ini, apakah gadis itu akan muncul lagi? Karena selama seminggu ini dia tidak pernah lagi melihat gadis manis berpakaian aneh itu. Ken melihat jarum jam, jam 12:35, dan dia mempercepat langkah kakinya menuju kantin kampus yang terletak di sebelah utara laboratoriumnya. Langit terlihat biru cerah, benar-benar panas siang itu. Ken melangkah masuk menuju counter makanan sambil sesekali melihat ke deretan meja makan, memastikan kehadiran gadis itu, gadis 12:30. Ken tak melihat ada gadis itu di bangku-bangku itu, “mungkin dia masih di jalan” hatinya menghibur. Setelah membayar, Ken menuju pojok ruangan. Kantin itu beratap sangat tinggi. Bagian utara ruangan berdesain seperti kantin pada umumnya. Tapi bagian utara

ABU -- si penyuka 'Merah' dan 'Ijo'

Ngomong-ngomong soal doa, saya selalu percaya, bahwa selain doa-doa baik dari Mae dan saudara-saudara yang lain, ada seseorang yang doanya tentang saya didengar oleh malaikat dan langsung diACC saat itu juga, atau beberapa waktu kemudian. Dia adalah Abu. Saya tidak tau nama aslinya dan nama lengkapnya. Sejak kecil saya selalu mendengar orang-orang memanggilnya Abu. Orang-orang dari luar kampung memanggilnya Abu Selo, sesuai asalnya, Selomerah. Saya juga tidak begitu yakin dengan usianya saat itu, tapi kalau dibandingkan dengan saudara-saudaranya mungkin waktu itu dia diusia 40an atau mungkin juga lebih. Tapi, saya pernah mengamati detail guratan wajah Abu sehabis mandi. Bersih, tanpa keriput dan masih innocent. Wajah anak-anak sekali. Sayangnya, Abu mandi bisa sebulan sekali atau dua bulan sekali. Jangan ditanya baunya. Bau khas Abu bisa terdeteksi dari jarak 500m. Baunya juga baru hilang setelah 15 menit dia meninggalkan rumah. Abu selalu berjalan keliling kampung, masuk dari ru

Anak Yatim, Anak Mulia

"... Anak yatim anak yang mulia, dilindungi Allah setiap masa.." Itu adalah penggalan lirik lagu dari group Nasyid kenamaan, Raihan, yang judulnya "Nabi anak yatim". Pertama kali mendengar lagu itu aku langsung jatuh cinta. Serasa dapet SK pengangkatan dan kepastian, bahwa anak yatim sejatinya adalah mulia dan akan selalu dilindungi oleh Allah, sepanjang masa. Keren banget kan? Dan aku, termasuk dalam sekelompok kecil itu. Ya, aku anak yatim. Pae, demikian aku memanggil bapakku, meninggal saat aku berusia 3 tahun. Aku ingat sekali beberapa minggu menjelang ajalnya, beliau sudah dipindahkan ke rumah. Yah, sudah terlalu lama beliau dirawat di rumah sakit karena kanker tulang yang sudah menggerogoti paru-parunya. Beliau lalu dibuatkan kamar semi permanen di dekat pintu tengah rumah lama kami. Disekat dengan lemari baju, berhadapan dengan kamar tidur semi permanen yang hanya dibatasi triplek setinggi 2/3 dari tinggi rumah kami yang biasa dipake aku, mbak Iti mas Heri

Pojokan 4,5

Bagi sebagian orang yang belum pernah merasakan menjadi minoritas, baik itu rasi segi ras, suku maupun agama, pasti akan sulit mengerti apa itu toleransi dan saling menghormati. Meskipun pelajaran PMP/PKn atau apalah namanya sekarang merupakan pelajaran yang paling menyebalkan dan ternyata saya kena karma  punya suami dosen PKn, tapi semua moral yang pernah diajarkan itu nempel di otak saya sampai sekarang. Ya, sekarang di mana saya akhirnya mengalami sendiri apa itu menjadi minoritas, dilihat sebagai orang cantik aneh. Bagaimanapun, hidup di Negara yang bukan mayoritas muslim seperti Jepang, membuat saya belajar banyak tentang norma-norma tersebut. Dan saya akui, bahwa orang Jepang sangat tinggi nilai toleransinya. Yah, meskipun mereka sebenarnya juga wataknya hamper sama seperti orang kita, suka mendendam, suka ngomongin orang juga di belakang, tapi semuanya terlihat begitu positif. Di tulisan yang lalu saya pernah menyinggung tentang bagaimana kami bisa sholat di mana saja. Tapi,

[Guruku] Bu Harti

Bu Harti adalah guruku Bahasa Inggris sewaktu aku di MTs Muhammadiyah Muntilan. Dari beliaulah pertama kali aku belajar melafalkan ABCD versi Inggris. Tahu apa itu noun, verb, adjective dan tahu pula apa itu present tense, pas tense dan masih banyak lagi lainnya. Bu Harti seorang guru senior waktu itu. Meskipun cara mengajarnya masih conservative tapi menurutku cukup cocok untuk  atmosfer kelasku yang cenderung juga conservative. Bu Harti juga orangnya galak tegas. Beliau paling suka memberi PR dari buku LKS. Mungkin karena saking senengnya aku sama pelajaran ini, maka aku selalu bisa menyeleseikannya lebih dari tugas yang diberikan bu Harti, dan itu jadi masalah buat temanku yang lain. Ceritanya pada suatu hari yang cerah, bu Harti memulai pelajaran dengan agak emosi karena Agus, temanku yang bagus ndugal membuat keributan. Entah ini sudah kali ke berapa dia begitu, intinya selalu berbuat ramai dan mengganggu jalannya pelajaran. Tentu saja dia tidak sendiri, mana seru bikin rame

Selalu ada sudut nyaman untuk kita berduaan dengan Tuhan

Hari ini, hari ke-6 Ramadhan 2015. Adzan dhuhur berkumandang dari applikasi hp. Di luar Nampak matahari terik sekali, real feel nya mungkin sekitar 31 derajat celcius. Aku langsung beranjang mengambil sajadah untuk melaksanakan sholat dhuhur. Agak bingung mau sholat di mana. Ruangan ini, yg dulunya ada space untuk sholat sekarang penuh dengan meja. Ruang sebelah juga sedang ada praktikum mahasiswa S1, mau tak mau memang harus ke lantai 4, ke ruangan yang agak sepi. Sampai di sana ternyata ada temen sebelah meja dulu yang sekarang sudah jadi Dosen juga di Yamadai. Dia Tanya, kenapa sholat di sini? Aku jawab karena ga ada ruangan lain lagi. Hiks...ngenesnya jadi minoritas, untungnya sudah tidak dilihat aneh lagi. Jadi ingat tulisan yang sempat jadi Headline di Kompasiana 6 Juni 2013 lalu, judulnya "Ketika Harus Oinori (Sholat), dimana? Hari ini seluruh umat Islam memperingati hari paling bersejarah yang menjadi tonggak awalnya kita diperintahkan untuk sholat, 17 rokaat, seha